Saturday, February 4, 2012

Persegi (2)

Denting komposisi Chopin mengisi ruang kerja Jojo. Sebuah bunyi lain terselip di antara Nocturne in E Flat Major. Sebuah ping dari BB di atas meja kerjanya. "Sore nanti Pak Saut mau ketemu. Soal proyek di Jalan Pramuka. Jam enam di Java Bistro. Dia mau ketemu kamu langsung soal ini." Itu BBM dari, Fanny, isterinya. Jojo kembali memandangi layar laptopnya. Membuka arsip berisi berkas-berkas proyek apartemen di daerah Jalan Pramuka yang tampaknya masih bermasalah dengan urusan pembebasan tanah. Sebenarnya proyek itu ditangani langsung isterinya, namun untuk beberapa urusan Jojo terkadang turun tangan. Dilihatnya beberapa berkas mengenai perjanjian pembebasan tanah, ditelitinya lagi isi surat perjanjian itu. Tak lama ia meraih BB-nya, memilik kontak Pak Marzuki lantas menelpon orang itu. "Pak Marzuki? Selamat siang, Pak. Urusan pembebasan tanah di Jalan Pramuka bermasalah lagi? Bukannya sudah sempat deal dengan perwakilan warga di sana?" kata Jojo.

"Begini. Ada provokator baru, Pak Jojo, yang memanas-manasi warga agar meminta nilai yang lebih besar. Saya masih mencoba mencari tahu provokator itu. Bapak tenang saja dulu. Dalam beberapa hari ini akan saya bereskan," jawab suara dari balik BB.

"Saya tidak bisa menunggu beberapa hari, Pak. Dua bulan lagi sudah dijadwalkan untuk peletakan batu pertama. Mestinya minggu depan kita sudah bisa mulai membuka lahannya. Saya tidak mau buang-buang duit untuk urusan yang sepele model begitu. Saya cek tadi copy perjanjian sudah lengkap. Nilainya pun sudah bagus. Kenapa tiba-tiba ada perubahan seperti ini? Nggak profesional sekali cara kerja kalian. Dan sore nanti saya akan ketemu dengan pimpinan kontraktornya. Saya mesti bilang apa? Pokoknya siang ini Anda harus bereskan urusan itu. Jam tiga sore nanti saya tunggu hasilnya. Selamat siang." Jojo langsung memutuskan hubungan. Kemudian dia memilih kontak isterinya. "Kau lagi di mana? Tadi saya sudah menelpon Marzuki. Ada provokator yang memanas-manasi warga, katanya. Ya... ya... dia emang nggak bener kerjanya. Kau desak lagi itu si Marzuki supaya bisa kerja cepat. Aku bilang jam tiga nanti urusannya sudah mesti selesai. Mungkin dia minta tambah. Kau bawa aja lagi sekitar sepuluh jutaan buat dia. Minta Pak Sofyan dampingi kamu. OK, sebentar lagi aku balik ke kantor. Masih ada sedikit urusan di Partai. Bye."