Sunday, January 1, 2012

Simetri (7)

Siang perlahan semakin tinggi. Adalah suara teriakan tetangga sebelah rumah yang membuat mata Andi kontan membelalak. Dua laki-bini itu kembali bertengkar. Sang isteri berteriak-teriak minta cerai, si suami membentak-bentak menyuruh diam. Andi tak segera bangkit. Dia mencoba memejamkan mata lagi. Diliriknya jam di telpon genggamnya. Sudah pukul sebelas. Dilihatnya pula ada tiga pesan mampir ke telpon genggamnya itu. Dari Jarot. Memintanya datang ke stasiun sore nanti. Ada tugas baru. Tidak disebutkan di situ tugas apa. Dua pesan lagi dari Astuti. Pelacur yang tinggal di ujung gang, yang sudah beberapa bulan ini dipacarinya. Minta diantarkan ke Pasar Tanah abang. Tidak juga disebutkan untuk keperluan apa. Andi mengecek pulsa. Tinggal dua ribu rupiah. Satu pesan pendek dia kirimkan ke Astuti, memohon maaf tidak bisa menemani ke Tanah Abang karena ada tugas. Satu lagi ke Jarot, mengetikkan kata "OK", lalu dia bangun. Ibunya sedang melayani pembeli di warung yang menyatu dengan rumahnya. "Tadi Astuti mampir kemari, nanyain kamu. Aku bilang kau masih tidur. Tadinya ibu mau membangunkan kamu, tapi Astuti bilang nggak usah. Terus dia pergi," ujar Dariah setelah pembeli berlalu. Andi mengamat-amati dagangan ibunya. "Tolong kau belikan dulu obat nyamuk sepuluh dos. Sudah habis, tuh," kata ibunya lagi. "Ada lagi, Bu?" Ibunya menggeleng, sebatang rokok sudah terselip di bibirnya. Tak lama, Andi sudah menghilang di balik bilik kamar mandi.

No comments:

Post a Comment