Thursday, November 24, 2011

Simetri (2)

"Maak, makan!", teriak Andi.

Seperti biasa, sebagai anak satu-satunya di keluarga Andi sudah berlaku seperti anak dan juga kepala keluarga. Selama sekitar 10 tahun terakhir semenjak Ayah Andi meninggal, semua nafkah keluarga bertumpu pada Andi seorang. Andi sebenarnya anak yang cukup pintar, dahulu dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas Ia hampir selalu masuk sepuluh besar. Guru-gurunya sering memuji. Satu guru berujar katanya Andi ini cocok kalau jadi penulis karena tulisannya memiliki daya fantasi yang luar biasa dan mampu memukau teman-temannya ketika dia ceritakan di depan kelas. Teman-teman sekolahnya juga sering bilang bahwa Andi ini calon wakil rakyat karena kecakapannya berbicara dan mempengaruhi teman. Tak pelak, Dariah sebagai ibunya sering dibuat tersipu malu karena pujian-pujian untuk anaknya.

Tapi kemudian semuanya berubah ketika Ayah Andi meninggal dunia. Andi menjadi anak yang pendiam. Hampir semua perilaku berubah drastis. Dari yang ceria menjadi muram, dari yang aktif menjadi pasif. Ayahnya memang merupakan idola Andi. Sosok Ayah yang adalah seorang marinir membuat Andi menjadi bangganya luar biasa. Di mata Andi, Ayahnya adalah superhero-nya, yang tidak ada cacat cela. Beliaulah yang menjadi panutan dalam pembentukan watak dan perilakunya Andi. Tapi kemudian Ayahnya meninggal karena kecelakaan di mobil, tertabrak kereta api. Yang mengagetkan, saat itu sang Ayah meninggal di dalam mobil tidak sendiri, melainkan bersama seorang wanita yang kemudian diketahui adalah selingkuhannya. Semenjak itulah Andi memandang kehidupan ini dengan berbeda.

No comments:

Post a Comment